Membangun Bangsa dengan Literasi
Membangun
Bangsa dengan Literasi
Apa
itu Literasi?
Literasi
merupakan kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap
orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam
meningkatkan kualitas hidupnya (UU 3/2017 Ps. 1 ayat 4)
Kemampuan
literasi sangat penting untuk dimiliki setiap individu, terutama di abad 21 ini
tidak hanya literasi membaca, namun harus didukung juga dengan kemampuan literasi
lain seperti; literasi digital, sains, keuangan, budaya dan kewarganegaraan.
Menurut
Harris Iskandar, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan literasi sangat
memengaruhi kualitas hidup masyarakat dan kemajuan bangsa.
Hal
ini karena ketika masyarakat memiliki tingkat literasi yang tinggi, maka mereka
dapat memaknai pengetahuan dan informasi yang didapat, kemudian bisa menjadi
output yang baru seperti munculnya ide dan gagasan untuk meningkatkan kualitas
hidup. Dengan kemampuan literasi juga masyarakat dapat terhindar dari berita
dan informasi hoaks, yang saat ini sangat marak terjadi dan merugikan
masyarakat.
Fakta
dan Data
1. 154.000
perpustakaan di Indonesia, terdiri dari perpustakaan pemerintah, perguruan
tinggi, komunitas, dan sekolah
2. Berdasarkan
data perpusnas, rasio antara buku dan jumlah penduduk di perkotaan 1:10.000
sedangkan di pedesaan kesenjangannya 1:15.000
3. Sekitar
3,4 juta warga usia 15-19 tahun atau sekitar 2,07 % dari total penduduknya
Indonesia belum bisa membaca dan menulis, umumnya di daerah terpencil.
Upaya
yang telah dilakukan Pemerintah;
a. - Indonesia
memulai Gerakan Pemberantasan Buta Aksara pada tahun 1948
b. - Pencanangan
Gerakan Membaca Nasional pada tahun 2003
c. - Mendeklarasikan
Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara pada tahun 2004
d. - Gerakan
Indonesia Membaca pada tahun 2015
e. - Gerakan
Literasi Masyarakat dan dibentuknya Kampung Literasi pada tahun 2016
f. - Diselenggarakannya
kembali Gerakan Indonesia Membaca pada tahun 2017
Bagaimana
UU mengaturnya?
1. Pemerintah;
“Pemerintah
mengusahakan serta menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan UU” (UUD 1945 Pasal 31, 2)
“Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi” (UU 20/2003 Ps. 11, 1)
“Meningkatkan
minat membaca dan menulis melalui pengadaan Naskah Buku yang bermutu;
memfasilitasi pengembangan sistem informasi perbukuan; mempromosikan kebudayaan
nasional Indonesia ke khasanah budaya dunia melalui Buku” (UU 3/2017 Ps. 36,
c-e)
2. Masyarakat;
“Tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran” (UUD 1945 Ps 31, 1)
“Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”
dan “Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat” (UU 20/2003 Ps. 5 1-5)
“Masyarakat
penyandang disabilitas berhak memperoleh kemudahan membaca Buku sesuai dengan
kebutuhannya” (UU 3/2017 Ps. 9)
“Memelihara
dan memanfaatkan fasilitas layanan dan Buku yang disediakan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat; dan memberikan dukungan terhadap
terciptanya masyarakat belajar, masyarakat gemar membaca, dan masyarakat gemar
menulis” (UU 3/2017 Ps.11 1-2)
Kesimpulan
Dari
UU tersebut, dapat dilihat bahwa tidak hanya pemerintah saja namun masyarakat
juga ikut andil untuk bersama-sama meningkatkan literasi masyarakat dan
memberantas angka buta huruf yaitu dengan ikut memelihara, mendukung dan
memanfaatkan fasilitas layanan dan buku yang telah disediakan pemerintah,
sehingga melahirkan masyarakat gemar membaca dan menulis. Intinya ada
sinergitas antara pemerintah dan masyarakat, agar bisa membangun bangsa dengan
literasi.
Dasar
Hukum :
-
UUD 1945
-
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
-
UU RI No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem
Perbukuan
Sumber;
- Ig danlevlibrary
- Napitupulu, Ester Lince (2018), gerakan
literasi diperkuat dan jadi tanggungjawab bersama
- Anwar, Larasati Ariadne & Deonisia
Arlinta (2018), perpustakaan perlu lebih dioptimalkan
Komentar
Posting Komentar