Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa

  

Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa


Apa yang ada di benak kalian jika kalian mempunyai sengketa? Pasti akan membawanya ke pengadilan kan? Atau mungkin sebagian dari kita hanya tahu jika terjadi sengketa hanya dapat diselesaikan di Pengadilan.

Ternyata itu salah besar loh manteman!

Ada mekanisme lain (diluar pengadilan) untuk menyelesaikan sengketa. Dinamakan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Apakah bentuk-bentuk penyelesaian sengketa?

1.     - Konsultasi merupakan tindakan personal antara seorang pihak (klien) dengan pihak lain (konsultan), dimana konsultan tersebut memberikan pendapatnya atas permasalahan yang dihadapi klien. Peran dari konsultan terbilang tidak dominan, karena hanya memberikan pendapat hukum atas permasalahan. Sementara keputusan mengenai penyelesaian sengketa diserahkan kepada kesepakatan para pihak. Meskipun terkadang pihak konsultan juga diminta merumuskan bentuk penyelesaian yang dikehendaki oleh para pihak

2.     - Negosiasi dapat diartikan sebagai perundingan langsung para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Jadi, negosiasi ini murni hanya di antara para pihak, tanpa ada keterlibatan pihak ketiga sama sekali. Negosiasi telah umum menjadi sebuah langkah pertama dalam penyelesaian sengketa. Jika proses negosiasi ini berhasil menemui titik temu, maka para pihak akan membuat Akta Perdamaian. Akta Perdamaian tersebut merupakan dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang berisikan bentuk penyelesaian sengketa

3.     - Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen untuk bertindak sebagai Konsiliator (penengah). Perbedaannya dengan Mediator adalah, Konsiliator bersifat aktif dengan kewenangan memberi keputusan yang bersifat anjuran (berisi langkah-langkah penyelesaian sengketa). Sementara Mediator bersifat lebih pasif. Namun kembali lagi, anjuran dari Konsiliator tidak bersifat mengikat dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

4.    - Mediasi pada dasarnya merupakan negosiasi yang mengikutsertakan pihak ketiga dalam hal ini Mediator. Mediator adalah pihak ketiga yang netral, tidak bekerja dengan pihak yang bersengketa, dan tidak mempunyai konflik kepentingan. Jika dalam waktu 14 hari dengan bantuan Mediator, para pihak tidak mencapai kesepakatan, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga Arbitrase untuk menunjuk seorang Mediator (Pasal 6 ayat (4) UU 30/1999). Setelah penunjukan Mediator oleh Lembaga Arbitrase, maka Mediasi harus dilakukan dalam jangka waktu maksimal 30 hari. Dalam waktu 30 hari, harus tercapai kesepakatan tertulis antara para pihak. Kesepakatan tertulis bersifat final serta mengikat para pihak. Kesepakatan tertulis tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri setempat. Selama 30 hari setelah didaftarkan, kesepakatan tertulis harus telah selesai dilaksanakan (Pasal 6 ayat (6) – (8) UU 30/1999). Jika dalam waktu 30 hari Mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka para pihak dapat mengajukan usaha penyelesaian melalui Lembaga Arbitrase dengan suatu kesepakatan tertulis (Pasal 6 ayat (8) UU 30/1999).


6.    - Arbitrase Berbeda dengan bentuk ADR/APS lainnya, arbitrase memiliki karakteristik yang hampir serupa dengan penyelesaian sengketa adjudikatif. Sengketa dalam arbitrase diputus oleh arbiter atau majelis arbiter yang mana putusan arbitrase tersebut bersifat final and binding



Sumber : @fasilitashukum
                Danang Wahyu Muhammad dkk, 2018:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah menggunakan atau memodifikasi gambar dari internet?

Pantang Pikun Berkat Baca

Jenis-Jenis Putusan Hakim dalam Memutus Perkara