Buku Rekomendasi Tim @klubbukunarasi
Buku Rekomendasi Tim
@klubbukunarasi
Saking luasnya, tak
akan habis-habis kita belajar tentang Indonesia. Tapi setidaknya dari 5 buku
ini, kita akan menemukan Indonesia lewat kisah-kisah kaum miskin hingga priyayi, dari
masa kolonial hingga reformasi, tentang orang Indonesia yang religius, para
pelinting tembakau yang bisa menghidupi keluarga turun termurun, hingga eksil
politik yang bermukim di Eropa dan tak bisa kembali ke tanah air. Mari
#BertemuIndonesia lewat bacaan, siapa tahu kau juga menemukan dirimu di sana.
1.
“Tempat Terbaik di Dunia”, Penulis
: Roanne van Voorst
Buku ini jadi salah
satu diorama kecil di tanah air. Pada suatu kampung kumuh, di daerah termiskin
di ibu kota. Kisah tentang Roanne van Voorst, seorang antropolog Belanda yang
‘memotret’ gambaran nyata sehari-hari kehidupan warga kampung Bantaran Kali
(bukan nama sebenarnya). Ia mengalami berbagai peristiwa dan pelajaran betapa
sulitnya hidup menjadi orang miskin yang tak punya hak atas tanah. Tidak aman,
Kebanjiran, Kebakaran. Didera kemelaratan demi kemelaratan. Memang bukan
gambaran Indonesia secara utuh, tapi dari cerita ini, kita bisa melihat orang
kecil di negeri ini yang unik, yang selalu punya cara untuk hidup dan kadang
juga mampu menertawakannya sekaligus.
2.
“Para Priyayi”, Penulis : Umar kayam
Apa itu priyayi?
Apakah ia sebatas sematan kelas borjuis atau sebuah peran dalam sistem sosial?
Idiom ini memang terasa jauh untuk generasi masa kini, sejatinya, kata ini turut
dipertanyakan oleh seorang Lantip, bocah proletar yang dididik sejak kecil untuk
memperbaiki hajat hidup keluarga. Novel ini terbit pertama kali pada tahun
1992, mengisahkan perjalanan panjang tokohnya dalam keluarga Jawa pada masa kolonial. Tentang dinasti keluarga terpandang yang justru diselamatkan oleh
seorang anak yang bukan priyayi. Merubah perenungan akan makna sesungguhnya
seorang priyayi. Dengan meresapi nilai novel monumental Kayam ini, tampaknya
akan terasa tetap relevan hingga hari ini.
3.
“Robohnya Surau Kami”, Penulis : AA
Navis
Kumpulan cerpen yang
pertama kali terbit tahun 1956 ini berisi 10 cerpen memikat dan menggugat. Tapi
memang yang paling fenomenal adalah cerpen Robohnya Surau kami. Dibaca 50 tahun
lalu, bahkan seminggu lalu juga tetap relevan. Kisahnya seputar kehidupan penjaga
surau yang begitu taat beribadah. Suatu hari, Ajo Sidi, tetangganya,
menceritakan kisah seorang soleh bernama Haji Saleh yang ketika meninggal malah
masuk neraka dan protes kepada Tuhan. AA Navis seorang satiris ulung yang tajam
menggugat ketaatan agama yang buta. Seringkali manusia terlalu khusyuk
ber-Tuhan (bahkan menjadi Tuhan) dan lupa bertetangga dengan sesama mahluk di
bumi.
4.
“Gadis Kretek”, Penulis : Ratih Kumala
Awal dan akhir novel
ini memang tentang konflik keluarga, namun perjalanan menemukan solusi konflik
itu yang membawa kita bertualang ke pabrik-pabrik kretek, merasakan sensasi
melinting dan menghirup aroma kretek. Tak bisa dipungkiri, kretek telah
menghidupi banyak orang Indonesia. Melalui novel ini Ratih Kumala membawa
pembaca pada jejak-jejak keberadaan industri kretek rumahan yang tersebar
terutama di pulau Jawa. Aroma khas kretek perpaduan tembakau dan cengkih
menyeruak dari tiap lembarnya. Dari novel ini juga kita bisa tahu bagaimana
industri rumahan ini diwariskan turun-temurun. Ada yang bertahan dan semakin
berkembang, ada juga yang bertumbangan.
5.
“Tanah Air yang Hilang”, Penulis :
Martin Aleida
Martin Aleida berkelana
untuk menemui orang-orang Indonesia yang terpaksa kehilangan tanah air dan kini
menetap di sudut-sudut Eropa. Mereka disebut eksil. Orang-orang yang terpaksa
melintasi batas negara tanpa paspor, dalam tekanan dan ketakutan untuk
menghindari pengejaran sebuah rezim yang pernah berkuasa begitu lama. Dari
banyaknya cerita yang terkumpul, beberapa terpaksa gugur karena masih
diliputi ketakutan. Kisah 19 eksil akhirnya berhasil dihimpun. Dari mereka, kita
bertemu Indonesia dalam kenangan, kerinduan, kepahitan, ketidakadilan, dan rasa
sayang.
Sumber : Ig
klubbukunarasi
Komentar
Posting Komentar