Hari Puisi untuk Si “Binatang Jalang”

 

Hari Puisi untuk Si “Binatang Jalang”

Indonesia memiliki 2 Hari Puisi, keduanya melekat pada sosok Chairil Anwar. Ada yang merayakan Hari Puisi Nasional setiap tanggal 28 April (hari wafatnya) dan ada yang merayakan Hari Puisi Indonesia setiap tanggal 26 Juli (hari lahirnya) Chairil Anwar. Namun, tahun 2018 lalu, Presiden Joko Widodo merayakan Hari Puisi Nasional dengan mengunggah pembacaan puisi melalui akun instagramnya pada 28 April.

Mari Sejenak Mengenal dan Mengenang Sosok Chairil Anwar (26 Juli 1922-28 April 1949)

-        Sudah memutuskan menjadi seniman sejak berusia 15 tahun

-    Hanya sekolah HIS dan MULO (sekarang setara SD dan SMP) tetapi Chairil sudah melahap bacaan karya Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, hingga Edgar Du Perron.

-     Meski tidak lulus MULO, Chairil belajar bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman secara Autodidak.

-         Pernah ditampung di rumah Sutan Syahrir saat Jepang menduduki Hindia.

-  Punya kebiasaan meminjam buku teman-temannya (H.B. Jassin, Subagio Sastrowardoto) dan tidak dikembalikan. Bahkan pernah mencuri buku bersama Asrul Sani.

H.B.Jassin menyebut, setidaknya Chairil menghasilkan 94 tulisan (periode 1942-1949), termasuk 70 sajak asli, 4 saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli, serta 4 prosa terjemahan.

Karya-karya penyair pelopor angkatan 45 ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, dan Prancis. Larik puisinya sering dikutip dan dijadikan aforisme (pernyataan ringkas tentang sikap hidup). Misalnya “nasib adalah kesunyian masing-masing”, dan “sekali berarti, sudah itu mati”.

“Sebagian besar sajak Chairil Anwar mungkin sekali sudah merupakan masa lampau, yang tidak cukup pantas diteladani para sastrawan sesudahnya. Namun beberapa sajaknya yang terbaik menunjukkan bahwa ia telah bergerak begitu cepat ke depan, sehingga bahkan bagi penyair masa kini taraf sajak-sajaknya tersebut bukan merupakan masa lampau tetapi masa depan, yang mungkin hanya bisa dicapai dengan bakat, semangat, dan kecerdasan yang tinggi.”-Sapardi Djoko Damono, akhir tahun 1985 dalam buku Aku Ini Binatang Jalang“Di tengah zaman digital yang diramaikan oleh lalu lintas informasi dan komunikasi yang berlangsung begitu cepat dan sering semrawut, zaman ketika puisi berhamburan setiap hari, menempuh jalan sunyi dan melakoni proses berkarya seperti yang diteladankan oleh Chairil barangkali merupakan tantangan gila yang tidak mudah dijalani. Namun sejarah menunjukkan bahwa di setiap generasi selalu muncul orang-orang gila yang sanggup melakoni proses semacam itu.”-Joko Pinurbo, Majalah Tempo edisi 15 Agustus 2016.



Sumber :

Mengenal Chairil Anwar (1995), literasinusantara.com, tirto.id,    ensiklopedia.kemdikbud.go.id

-         Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956), tempo.co

-         @klubbukunarasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah menggunakan atau memodifikasi gambar dari internet?

Pantang Pikun Berkat Baca

Jenis-Jenis Putusan Hakim dalam Memutus Perkara