Mengenal Sosok Penulis Yu Hua dan Karya Pentingnya

 

Mengenal Sosok Penulis Yu Hua dan Karya Pentingnya

Tiongkok telah mengalami masa-masa yang berat sejak dulu. Sebelum virus di masa kini, dahulu Tiongkok pernah mengalami Revolusi Kebudayaan yang tidak mudah. Hal ini terekam jelas lewat karya-karya Yu Hua. Meski salah satu karyanya sempat dilarang beredar oleh pemerintah Tiongkok, tapi pada akhirnya karya Yu Hua beredar di berbagai negara, terus diterjemahkan dan dibaca hingga sekarang. Jika membicarakan sastra modern Tiongkok, nama Yu Hua tak boleh dilewatkan.

Beruntung, karya-karya Yu Hua juga sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia sehingga kita bisa menyelami karya penulis yang banyak terinspirasi menulis tentang kemanusiaan setelah membaca karya-karya Kafka dan Yasunari Kawabata ini.

Berikut sekilas tentang Yu Hua :

-         Lahir 3 April 1960 , provinsi Zhejiang, Tiongkok

-        Sebelum menjadi penulis, ia berprofesi sebagai dokter gigi

-   Mulai menulis sejak tahun 1984 dan telah menghasilkan belasan karya dari novel, kumpulan cerpen, hingga kumpulan esai

-       Namanya mulai dikenal tahun 1987 saat menerbitkan kumpulan cerpen “On the Road of Eighteen” atau “Living Home at Eighteen”

-    Ia hidup di masa sebelum dan sesudah Revolusi Kebudayaan Tiongkok sehingga karya-karyanya banyak berlatar Revolusi Kebudayaan

-  Karya “To Live” sempat dilarang beredar di Tiongkok namun kini telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa dan diadaptasi ke layar lebar tahun 1994

-        Penulis Tiongkok pertama yang memenangkan James Joyce Foundation Award (2002). Selain itu, ia juga mendapat penghargaan Premio Grinzane Cavour (1998) di Italia, Chevalier dans I’Ordre des Arts et des Lettre (2004) di Prancis, the Special Book Award of China (2005) and France’s Prix Courrier International (2008) di Prancis.

Karya Yu Hua yang telah Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia

1.     “To Live (Hidup)"

Dari seorang anak tuan tanah kaya raya yang menghabiskan waktu di meja judi dan ranjang pelacur, Fugui kehilangan harta dan orang-orang yang dicintainya. Dia berusaha bertahan hidup di tengah kekejaman perang saudara absurditas Revolusi Kebudayaan, hingga bencana kelaparan yang melanda Tiongkok.

2.     “Chronicle of a Blood Merchant (Kisah Seorang Pedagang Darah)"

Sebagai pendorong kereta di pabrik sutra dengan upah yang sangat rendah, Xu Sanguan mencoba mencari tambahan uang dengan sering menjual darahnya. Ia berjuang menafkahi isterinya dan tiga putranya di masa Revolusi Kebudayaan tanpa menghiraukan nyawanya semakin terancam.

3.     “Brothers (Dua Bersaudara)"

Setelah kematian kedua orangtua mereka, Song Gang bersumpah tidak akan pernah menelantarkan adiknya, Li Gundul. Namun, suatu ketika, ikatan persaudaraan mereka bubar karena mereka sama-sama mencintai wanita yang sama.




Sumber :

-         Gramedia.com

-        @klubbukunarasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah menggunakan atau memodifikasi gambar dari internet?

Pantang Pikun Berkat Baca

Jenis-Jenis Putusan Hakim dalam Memutus Perkara