2 Buku Tentang Identitas

 

 2 Buku Tentang Identitas




Beberapa waktu yang lalu sempat viral pernyataan identitas dari seorang artis Indonesia yang bernama Agnez Monica yang akrab di sapa Agnez Mo. Ternyata penyataan utuh Agnez Mo menjelaskan ia sebenarnya tidak menampik identitas ke-Indonesia-an, ia hanya mengungkapkan identitasnya tidaklah tunggal. Dua buku karya Amin Maalouf dan Amartya Sen ini bisa menjadi rujukan memahami betapa identitas tak hanya kompleks, tapi juga majemuk, kadang bahkan ambigu.

Berikut sekilas mengenai 2 buku tersebut:

1. Atas Nama Identitas, Amin Maalouf-Resist Book, 228 halaman

Dalam buku Atas Nama Identitas, Amin Maalouf membagi identitas ke dalam dua bentuk. Pertama, identitas horizontal yang bersifat bawaan dan tak bisa dipilih, seperti: warna kulit dan ras. Kedua, identitas vertikal yang terbentuk seiring pertumbuhan manusia dan bisa juga dipilih secara sadar, misal: preferensi politik atau ideologi. Maalouf mengangap kedua bentuk identitas itu saling mempengaruhi dan saling membentuk. Konteks-konteks sosial-politik tertentu yang akhirnya akan memunculkan bentuk mana yang akan menguat dalam diri seseorang. Politik identitas, bagi Maalouf, selalu hadir dari konteks-konteks sosial-politik yang spesifik, tidak jatuh begitu saja dari langit.

“Identitas masing-masing individu terdiri dari sejumlah elemen dan tidak terbatas pada rincian tertentu yang sudah ditetapkan secara resmi. Tentu saja, sebagian dari faktor-faktor tersebut termasuk kesetiaan pada tradisi keagamaan; untuk kebangsaan? Terkadang ada dua hal: untuk profesi, institusi, dan lingkungan sosial tertentu. Tapi daftarnya jauh lebih panjang dari itu, dan tidak terbatas. (....) Identitas tidak diberikan sekali dan untuk semua, melainkan dibangun dan diubah sepanjang keberadaannya” (Amin Maalouf)

2. Kekerasan dan Identitas, Amartya Sen-Marjin Kiri,242 halaman

Melalui buku Kekerasan dan Identitas, Amartya Sen menantang pandangan yang mengkotak-kotakkan manusia ke dalam peradaban Barat, Islam, Hindu dan lain-lain. Ia menampik anggapan bahwa identitas itu majemuk, terdiri dan/atau dibentuk berbagai anasir yang berkembang secara dinamis. Tiap orang teranyam dengan berbagai anasir kehidupan. Tak hanya agama, suku, jenis kelamin, kebangsaan: tapi juga musik, film, hobi dan kesemuanya saling memengaruhi. Ia percaya tiap individu bisa memilih secara rasional anasir mana yang hendak diperkuat jika orang tersebut memiliki kebebasan yang cukup.

“Meningkatnya tendensi melihat seseorang dalam satu ‘identitas’dominan’ (ini adalah tugas Anda sebagai orang Amerika’, ‘Anda harus melakukan tindakan ini sebagai seorang Muslim’, atau ‘sebagai orang Tiongkok, Anda harus mengutamakan ketertiban nasional’) tidak hanya menitikberatkan pada prioritas eksternal dan sewenang-wenang, tapi juga penolakan kebebasan seseorang yang bisa menentukan kesetiaan mereka untuk kelompok yang berbeda (yakni kelompok tempat mereka merasa memiliki).” (Amartya Sen)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah menggunakan atau memodifikasi gambar dari internet?

Pantang Pikun Berkat Baca

Jenis-Jenis Putusan Hakim dalam Memutus Perkara