Bermain dengan Puisi, Adimas Immanuel
Bermain dengan Puisi, Adimas Immanuel
Adimas Immanuel menulis puisi sejak remaja tanpa tahu ia akan terus menulis
sampai hari ini. puisi-puisinya beredar di berbagai media daring dan surat
kabar. Selain menerbitkan buku di Indonesia, ia juga menerbitkan buku kumpulan
puisi di Malaysia dengan judul “Suaramu Jalan Pulang yang kukenali”
Buku Puis Karya Adimas Immanuel
1. Karena Cinta Kuat Seperti Maut (GPU, 2018)
- Memuat 40 puisi yang ditulis dalam rentang 2016-2018
- Sebagian besar puisi dalam buku ini adalah hasil pembacaan terhadap berbagai narasi dalam kitab suci.
- Daftar pendek Kusala Sastra Khatulistiwa ke-19 (2018-2019)
2. Di Hadapan Rahasia (GPU, 2016)
- Berisi 70 puisi yang ditulis sepanjang tahun 2013-2015
- Sebagian besar puisi di buku ini adalah hasil intepretasi atas lukisan, komposisi musik, dan game. Beberapa sudah terbit di sejumlah surat kabar.
3. Pelesir Mimpi (Kotabererak, 2013)
- 100 puisi yang ditulis dalam tahun 2011-2013
- Daftar panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2014
Di antara semua bentuk tulisan, kenapa Anda memilih puisi?
Sebenarnya saya menulis prosa juga, tapi kebetulan saya nyaman bermain-main dengan puisi karena puisi punya ruang yang lebih luas dan membuat saya leluasa untuk menuangkan keluh kesah personal dibanding prosa. Bagi saya pribadi, ada yang menarik dari sekadar perkara bentuk dan isi.
Alam puisi modern, siapa pun boleh membuat konstruksi tubuh puisinya sendiri tanpa perlu mengikuti kaidah puisi lama dan kebebasan tersebut yang jarang dipunyai novel maupun cerpen. Kebebasan ini menarik sekaligus menjebak karena seringkali saya sulit keluar dari kebebasan semacam ini.
Anda menyatakan sempat ragu untuk menjadi penulis puisi. Lantas kenapa bisa terus menulis puisi hingga sekarang?
Sebab menjadi penulis pada awalnya adalah ketidaksengajaan. Saya hanya suka membaca tapi tidak yakin bisa menulis dengan baik. Teman berdiskusi pun tidak banyak. Suatu hari saya mulai membuat situs pribadi, mulai menulis puisi dan mengunggahnya di sana. Sesekali saya mengirimkannya ke surat kabar dan ternyata dimuat. Kemudian lambat laun jadi keterusan dan oleh dukungan sejumlah teman, saya memberanikan diri menerbitkan kumpulan puisi pertama, kedua, seterusnya dan diterima publik. Semacam ketidaksengajaan yang dibiarkan dan diikuti terus alurnya akan ke mana.
Sempat beberapa kali saya jemu menulis dan meragukan banyak hal termasuk pilihan saya dalam menulis, tapi pada akhirnya solusinya pun menulis dan menulis lagi. Pada titik tertentu saya mulai menerima bahwa saru-satunya yang tidak bisa saya tinggalkan atau yang tidak meninggalkan saya adalah menulis.
Apa buku puisi atau siapa penyair yang sangat memengaruhi Anda?
Ada beberapa nama, sih. Di Indonesia saya sangat menyukai
puisi-puisi Subagio Sastrowardoyo dan Abdul Hadi W.M, tentu tidak lupa saya
belajar banyak dari Chairil Anwar, Rendra dan Sapardi Djoko Damono. Untuk
penulis luar saya menyerap siapa saja yang menarik hati, mulai Nizar Qabbani
sampai Octavio Paz, dari Allen Ginsberg hingga hingga Ezra Pound.
Apa arti puisi bagi seorang Adimas Immanuel?
Puisi adalah sarana untuk menghilangkan dan menemukan
banyak hal: masa kecil, trauma, kematangan diri, kebahagiaan, kesepian, hingga
sikap pada lingkungan sampai negara. Setiap orang bisa membongkar dirinya
melalui puisi dan kemudian menyusunnya kembali. Hasil pembacaan terhadap puisi
membawa seseorang pada pemahaman dan pengalaman baru yang barangkali tidak
selalu bisa didapat dari hal lain. Karena Keistimewaan itulah, meski tampak
sederhana, puisi selalu punya tempat di hati para pembaca lintas generasi dan
zaman.
Sumber : Ig Klubbukunarasi
Komentar
Posting Komentar